Peran Pelajar Nahdlatul Ulama Dalam Menghidupkan Budaya Literasi Bangsa
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) adalah organisasi yang menghimpun anggotanya meliputi pelajar, santri dan mahasiswa dari kalangan ahlussunah wal jamaah dibawah panji-panji Nahdlatul Ulama (NU). IPNU IPPNU merupakan organisasi Badan Otonom Nahdlatul Ulama.
IPNU IPPNU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari generasi Indonesia yangsenantiasa berpedoman pada garis perjuangan Nahdlatul Ulama dalam menegakkan syariat Islam serta bertanggung jawab kepada Pancasila sebagai asas kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai organisasi Badan Otonom, IPNU IPPNU juga dituntut bisa mengembangkan dan meningkatkan peran serta fungsinya sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama IPNU IPPNU sebagai salah satu badan otonom Nahdlatul Ulama memiliki peran sebagai “garda terdepan kaderisasi” atau bisa dikatakan sebagai pintu masuk pertama NU. Konstruksi kata tersebut kiranya sangat pantas diberikan untuk IPNU IPPNU yang menjadi tonggak awal kaderisasi Nahdlatul Ulama dan khususnya kader pembangun bangsa Indonesia. Hal itu menunjukkan tujuan utama IPNU IPPNU bukan untuk menghimpun massa, akan tetapi memberdayakan serta menciptakan kader NU dan bangsa Indonesia yang berilmu, berwawasan serta memiliki intelektual dan religiusitas tinggi yang tetap berlandaskan Ahlussunah wal Jamaah. Dengan demikian IPNU IPPNU diharapkan bisa memberikan sumbangsih perannya untuk menghadapi perkembangan era globalisasi.
Salah satu perkembangan era globalisasi adalah di bidang teknologi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Teknologi memiliki nilai penting disetiap kehidupan masyarakat, karenanya teknologi adalah hal yang sangat dibutuhkan semua orang di dunia, termasuk pelajar NU atau kader IPNU IPPNU.
Seiring perkembangannya, teknologi memberikan dampak positif dan negatif. Salah satu contohnya handpone yang semakin berkembang, sekarang lebih dikenal gadget atau android yang memiliki banyak fitur canggih. Gedget memberikan dampak positif bagi pelajar NU seperti mempermudah mencari dan mendapatkan informasi, memperluas jaringan
pertemanan dan lainnya. Karena kehadiran gadget mempermudah untuk mencari dan mendapatkan informasi, semua itu juga menimbulkan dampak negatif bagi pelajar NU, seperti kecanduan dan ketergantungan.
Sekarang, pelajar menganggap gadget adalah solusi cepat dan praktis untuk mencari dan mendapatkan informasi. Sehingga tidak jarang ketika mereka kesusahan mengerjakan
sebuah tugas maupun pekerjaan rumah dari guru atau dosennya, mereka lebih memilih searching di Google dari pada bersusah payah berfikir dan mencari jawabannya di buku.
Daya pikir seorang pelajar telah dipengaruhi oleh perkembangan dan kemajuan
teknologi yang serba canggih. Kecanggihan ini yang sudah membuat daya pikir pelajar semakin rendah, karena segala sesuatu sudah tersedia di dalam teknologi. Semua itu menjadikan seorang pelajar enggan dan malas untuk berusaha serta berfikir.
Untuk melahirkan pelajar NU yang intelektual dan menumbuhkan daya pikirnya yang kritis, langkah yang paling efektif untuk mewujudkannya yaitu dengan literasi. Jika dilihat dalam arti sempit, literasi adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan membaca dan menulis. Akan tetapi jika ditinjau dari sudut makna luas, literasi tidak hanya membaca dan menulis saja, akan tetapi suatu cara untuk mengembangkan wawasan dan daya pikir kritis.
Adapun bentuk literasi yang bisa mengembangkan wawasan dan daya pikir kritis pelajar Nahdlatul Ulama yang pertama adalah membaca. Membaca merupakan kegiatan yang sangat mempengaruhi daya pikir, karena dengan membaca kita akan mendapatkan teori-teori baru yang bisa kita jadikan sebagai referensi atau bahan diskusi. Membaca juga dapat mengatasi kedangkalan berpikir yang dihadapi pelajar NU.
Alangkah baiknya pelajar Nahdlatul Ulama tidak hanya sekadar membaca dan menerima sepenuhnya atas apa yang dibaca. Akan tetapi mereka bisa menerapkan membaca kreatif dan kritis, yang merupakan kegiatan membaca untuk membandingkan meteri dari salah satu penulis dengan materi oleh penulis lainnya. Dalam membaca, pelajar NU seharusnya berfikir saat mereka membaca, sehingga mampu menyertakan pandangan atau gagasan baru.
Kegiatan atau bentuk literasi kedua yang dapat menumbuhkan daya pikir mahasiswa
yaitu menulis. Membaca tanpa diikuti dengan menulis diibaratkan mendung tanpa hujan. Sama seperti seseorang yang ingin mengenal dunia maka membacalah, dan apabila ingin dikenal oleh dunia maka menulislah. Ketika seorang pelajar telah sukses dalam membiasakan
dirinya untuk membaca, aktivitas selanjutnya yang harus dilakukan adalah menuliskan buah fikiran dari hasil membaca. Dua hal tersebut yang seharusnya dimiliki oleh para pelajar Nahdaltul Ulama.
Lalu apakah urgensi sebuah literasi?
Literasi sangat berpengaruh terhadap bangsa. Disebut demikian karena literasi
merupakan cerminan yang menggambarkan kemajuan suatu bangsa. Kita dapat menilai sebuah bangsa dari budaya literasinya. Namun sayangnya budaya literasi di negara kita Indonesia sangat rendah. Melihat keadaan literasi yang sangat mengenaskan di negara kita ini, maka sebagai generasi penerus bangsa khususnya sebagai pelajar Nahdlatul Ulama mempunyai peran yang sangat penting untuk menghidupkan budaya literasi di negara ini.
Pernahkah kita sebagai pelajar Nahdlatul Ulama pernah berfikir dan merenung apakah kita sudah menerapkan budaya literasi? Bukankah literasi itu sangat penting bagi kemajuan sebuah bangsa, sehingga kita sebagai generasi penerus harus membudidayakannya? Lantas sudahkah kita beranjak untuk berliterasi dalam keseharian kita, atau malah mengabaikannya dengan begitu saja?. Sering kali kita lebih memilih mengisi waktu luang dengan berbagai hal yang tidak penting seperti bermain gadget, hingga berjam-jam berselancar di dunia maya.
Sebenarnya perkembangan zaman telah merubah pola pikir kita pada banyak hal, salah satunya perihal literasi. Kurangnya minat kita terhadap lestarinya literasi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjadikan literasi sebagai budaya yang melekat di masyarakat, seharusnya kita sebagai pelajar Nahdlatul Ulama mengawali dari pribadi kita. Belajar membiasakan diri melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat, seperti menerapkan kegiatan literasi.
Mula-mula kita bisa luangkan waktu 10 menit saja perhari untuk membaca, baik membaca buku pelajaran, berita, novel atau yang lainnya. Kemudian dari hasil membaca dibuat catatan atau resume. Tujuannya agar kita dapat mengingat kembali apa yang sudah kita baca sebelumnya dan selain itu, metode tersebut bisa kita dijadikan untuk latihan kegiatan menulis. Mungkin terlihat sepele, akan tetapi jika kita tidak dibiasakan semua itu akan terasa berat dan budaya literasi tidak akan bisa kita terapkan. Kemudian kita juga bisa menerapkan budaya literasi kepada pelajar NU lainnya. Seperti memberikan kesadaran kepada mereka tentang pentingnya membaca, karena kesadaran membaca di Indonesia ini masih sangat minim. Kegiatan lain bisa diterapkan seperti membuat perpustakaan kecil, lalu
mengadakan gerakan membaca buku bersama dan hasil dari bacaan didiskusikan bersama serta bisa dibuat sebuah karya tulis.
Penerapan literasi juga perlu diterapkan sesuai dengan perkembangan zaman. Seperti halnya pengguna internet, pada umumnya didominasi oleh generasi muda termasuk pelajar Nahdlatul Ulama yang lahir di era digital. Penggunaan internet yang intens oleh pelajar NU, maka harus diimbangi dengan perilaku literasi media. Seperti tidak menyebarkan berita hoaks, ujaran kebencian, maupun intoleransi di media sosial.
Sebagai pelajar Nahdlatul Ulama harus lebih sadar akan pentingnya mengembangkan budaya literasi untuk kehidupan di masa yang akan datang. Semoga dengan literasi kita akan diakui oleh dunia, dan dengan literasi kita bisa menguasai dunia. Maka tidak salah jika kita mulai menghidupkan budaya literasi di kalangan pelajar Nahdlatul Ulama sebagai langkah untuk mengejar ketertinggalan dengan negara lain. Dengan demikian, diharapkan pelajar Nahdlatul Ulama mampu menjadi agen of change terhadap budaya literasi di Indonesia. Sehingga literasi bisa mendongkrak kemajuan negara kita tercinta.
Oleh: Asri Laori Wulandari
0 Komentar