Tabir Kasih: Solusi Bijak Mengobati Patah Hati dalam Ajaran Manaqib Syekh Abdul Qadir Jailani

 



Cinta adalah rasa yang dimiliki oleh setiap manusia. Setiap orang berbeda-beda dalam mendefinisikan cinta. Seseorang menganggap bahwa cinta itu kebahagiaan, namun mengapa banyak orang yang menangis karena cinta? Ada juga orang yang menganggap bahwa cinta itu adalah luka, namun jika cinta hanyalah luka, mengapa terasa begitu sakit ketika seseorang tidak memilikinya? Terasanya suka maupun luka dalam cinta, hanya hati yang dapat merasakannya. Hati berbentuk segumpal daging yang tak bertulang, namun bisa patah. Karena patah hati ini seseorang dapat mengalami depresi, tekanan batin, merasa tak berdaya dan lain-lain.

Untuk mencegah terjadinya gangguan pikiran tersebut, Syaikh Ja’far Al Barzanji menjelaskan dalam kitab Al Lujainud Dani, manaqib Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, 

لَا تَخْتَرْ جَلْبَ النَّعْمآءِ وَلَا دَفْعَ اْلبَلْوٰى فَإِنَّ النَّعْمآءَ وَاصِلَةٌ إِلَيْكَ بِاْلقِسْمَةِ اسْتَجْلَبْتَهَا أَمْ لَا وَاْلبَلْوٰى حَالَّةً بِكَ وَإِنْ كَرِهْتَهَا

“  Jika terkena cobaan, jangan mengingin kan mendapat kenikmatan dan menghindar dari cobaan, karena suatu kenikmatan pasti datang juga kepadamu sesuai ketentuan Allah, diharapkan maupun tidak. Demikian pula cobaan, suka atau tidak pasti akan menimpanya”

Setiap cobaan maupun nikmat sudah ditakdir oleh Allah, manusia tidak bisa menghindarinya. Seseorang yang sedang jatuh cinta mungkin akan merasakan kenikmatan dan kebahagiaan pada awalnya. 
Namun apalah daya jika Allah berkehendak lain, ternyata Allah menakdirkan mereka untuk tidak saling mencintai, atau cintanya tidak direstui orang tua, atau bahkan mencitai seseorang yang ternyata sudah memiliki pasangan, maka hancurlah hatinya. Gus Baha’ pernah berfatwa pada suatu pengajian “Jika kamu berdoa dan tidak terkabul, maka bersyukurlah, karena yang tidak terkabul adalah pilihanmu, dan yang kau jalani adalah pilihan Allah”. Setiap nikmat yang kita terima hendaknya kita berdzikir dan bersyukur. Sedangkan apabila kita dikenai bala’, maka baiknya kita menyibukkan diri dengan bersabar dan sadar diri. Jika kamu merasa mampu maka alangkah lebih baik kamu ridho dan menganggap itu sebagai sebuah kenikmatan.
Allah memberi manusia cobaan bukan tanpa tujuan, namun Allah menguji seberapa kuat iman seseorang, dalam lanjutan manaqib tersebut dikatakan:

وَاعْلَمُوْا أَنَّ اْلبَلِيَّةَ لَمْ تَأْتِ الْمُؤْمِنَ لِتُهْلِكَه۫ وَإِنَّمَا أَتَيْهُ لِتَخْتَبِرَه۫

“maka perlu disadari bahwa cobaan yang menimpa orang mukmin bukan sebagai malapetaka, tetapi datang untuk menguji iman.”

Allah tidak pernah berniat menghancurkan atau membuat manusia merasa tak berdaya. Namun inilah alasan Allah untuk memasukkannya ke dalam surga, karena tidak pantas bagi siapapun menghadap kepada Allah dalam suatu majlis kecuali orang tersebut telah suci dari dosa. Ketika seseorang yang dikehendaki Allah adalah orang yang lebih banyak dosanya daripada pahalanya, maka Allah akan memberi ia cobaan dengan sakit sebagai penebusan dosa dan juga penyucian diri.

Ketika Allah sayang kepada manusia Dia memberi cobaan agar manusia tersebut dapat menghadap kepada Allah dalam keadaan suci, baik dia merasakannya maupun tidak. Mungkin dari sekian cobaan, kita merasa kurang bersyukur sehingga merasa bahwa cobaan itu terasa sangat berat. Padahal apabila dibandingkan dengan nikmat Allah, maka cobaan itu bukanlah apa-apa. Apabila seorang hamba mencintai Tuhannya, maka pastilah ia akan menerima apapun yang diberikan oleh Tuhannya.
Hal tersebut disebutkan dalam manaqib yaitu: 

 وَمَا أَحَبَّ الْبَلآءَ وَالتَّلّذُّذَ بِه۪ إِلَّا مَنْ عَرَفَ الْمُبْلِىْ

“Tidak senang dan tidak merasa nikmat menerima balak, kecuali orang yang tahu kepada Dzat yang menurunkan balak, yaitu Allah swt.”

Ibarat seseorang yang dicubit oleh orang lain tanpa alasan, pastilah ia merasa sakit. Berbeda dengan seorang suami yang dicubit istrinya pastilah ia merasa senang, bukannya marah namun tersenyum. Tak ada niat membalas, suami pasti pasrah dan menerima apa yang dilakukan oleh istrinya. Begitulah seseorang yang dalam hatinya sudah tertanam cinta.

Apabila seseorang merasakan cinta maupun benci kepada lainnya maka hendaknya ia memperhatikan perbuatannya apakah sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Al Qur’an ataupun hadis, agar orang tersebut tidak membenci ataupun mencintai karena hawa nafsu. Karena nafsu lah yang akan membuat seseorang merasa tidak terima dengan kenyataan apabila ia tidak mendapatkan apa yang ia inginkan. Karena sebenarnya Allah menguji manusia dengan perpisahan, agar tidak ada rasa tentram atau nyaman kepada selain Allah SWT. Karena sesungguhnya hakekat cinta adalah cinta kepada-Nya.

Penulis : Mazda Falah

Editor : Zulfatul Karimah

Posting Komentar

0 Komentar