HISTORIS PKPT IPNU IPPNU
(Oleh: A. Deni Saputra)
Editor : Aliyya Qothrunnada AS
A.
Sekapur Sirih
Sebagai salah satu Banom Nahdlatul
Ulama (NU), secara otomatis IPNU IPPNU mengemban dua tugas utama: Pertama,
menjadi wadah pengembangan potensi generasi muda Nahdlatul Ulama (NU) disegmen santri, siswa & mahasiswa. Kedua,
sebagai pelaksana kebijakan NU
& penjaga nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh NU (sumber: Nur Hidayat, (Kongres) IPNU Untuk (si) Apa?). Atau dalam pengertian lain, bahwa IPNU
IPPNU merupakan garda terdepan kaderisasi
ditubuh NU yang bertugas melakukan pemberdayaan serta pengembangan
potensi kader agar dapat berkontribusi dalam kehidupan beragama, berbangsa & bernegara.
Tetapi, nampaknya IPNU IPPNU kurang begitu serius dalam
mengoptimalkan proses kaderisasi
disebagian segmen, terutama segmen mahasiswa. Hal ini bisa dianalisa melalui
hasil kongres satu ke kongres
berikutnya. Seharusnya, Kongres
IPNU sebagai forum tertinggi organisasi mampu menghasilkan
gagasan-gagasan segar & progresif. Kemudian diolah menjadi konsep yang operasional, sehingga implementasi & indikator keberhasilannya pun terukur. Karena, dengan langkah inilah niscaya akan
membawa IPNU IPPNU (disemua tingkatan) ke arah
yang lebih baik. Realitanya tidak demikian, Kongres masih saja
didominasi dengan menyoal hal- hal
yang tidak substantif, meributkan umur kandidat, terjebak dalam ikatan
primordial-kawasan, atau bahkan
kepentingan politik segelintir alumni yang sejatinya tidak membawa makna
apa-apa kecuali disorientasi & stagnasi organisasi.
Ada beberapa faktor yang melatar
belakangi berdirinya IPNU IPPNU di perguruan tinggi: Pertama, mengisi kekosongan kaderisasi. Pasca PMII memutuskan
independen, tidak ada lagi Banom NU
yang melakukan kaderisasi disegmen mahasiswa. Kedua, kegelishan para aktivis IPNU
IPPNU dari Pimpinan Cabang, Pimpinan Anak Cabang (PAC) atau Pimpinan Komisariat (PK) SMA/MA yang meneruskan jenjang
pendidikan di perguruan tinggi & mereka merasa tidak menemukan organisasi yang merepresentasikan nilai-nilai NU secara totalitas; melestarikan tradisinya
maupun menginternalisasi pemikiran para pendahulu NU. Dan yang paling penting adalah kesadaran membentengi
mahasiswa-mahasiswa NU dari bahaya ideologi trans-nasional yang memiliki sikap keberagamaan eksklusif
& radikal. Dan dalam perjalanannya, PKPT IPNU IPPNU turut ambil bagian dalam membentengi mahasiswa NU dari
ideologi radikal dengan cara menggalakkan kajian rutin tentang
ke-Aswajaan, wawasan kebangsaan serta mengkaji radikalisme & perkembangannya. Dan yang terpenting adalah upaya preventif
dikampus-kampus
yang belum diradikalisasi, melalui
komunitas kajian, maupun kegiatan keagamaan
lain oleh mahasiswa yang notabene adalah aktivis
IPNU IPPNU (dari PC/PAC/PK). Dan bermula dari
komunitas inilah PKPT didirikan.. Maka, berdasarkan kebutuhan peran
penting itulah, aktivis IPNU IPPNU berani mengambil
langkah mendirikan PKPT meskipun pada waktu itu kemunculannya tidak diakui dalam regulasi organisasi.
Sebelum PD/PRT menyatakan bahwa PKPT IPNU sah dalam menggarap segmen mahasiswa,
dilihat dari sudut pandang legalitas, PKPT IPNU terbagi menjadi 2 (dua): Pertama, seluruh
PKPT IPNU yang (ada di Indonesia) berdiri sebelum Kongres tahun 2015 bersifat
ilegal, kecuali di Jawa Timur. Karena,
pada tahun 2010 PW IPNU Jawa Timur (Ketua: Rekan Farid Afif) mengeluarkan Peraturan Pimpinan
Wilayah (PPW) sebagai legalitas PKPT diwilayahnya. Kedua, PKPT IPNU di
Jatim yang berdiri sebelum tahun 2010 juga bersifat ilegal. Sudut pandang ini juga berlaku untuk melihat legal & tidaknya
penggunaan nama “PKPT” itu sendiri.
Secara periodik ada PKPT yang berdiri pra & pasca
reformasi. Yang berdiri pra reformasi adalah
PKPT UNISMA, yakni pada tanggal 1997 (Sumber: dokumentasi LAKMUD I Komisariat IPNU IPPNU UNISMA 1997). Dan berikut
sebagian nama-nama PKPT IPNU IPPNU yang berdiri
pasca reformasi: PK UNNES & PKPT UNESA (2000), PKPT UINSA (2003), PKPT UIN Malang (2004), PKPT UNDAR Jombang (2005), PKPT UNEJ (2012), PKPT UB Malang,
STITUW
Jombang & Polije (2013), PKPT UINSTS Jambi (2016), PKPT IKHAC Mojokerto
& PKPT INSUD Lamongan (2017), PKPT
UIN Lampung (2018) dan masih banyak lagi PKPT yang tidak disebutkan karena waktu pendiriannya ditahun yang sama.
Meskipun secara legalitas sudah diakui, bukan berarti tugas
PKPT IPNU IPPNU selesai. Masih banyak
pekerjaan rumah tangga yang bersifat preferensif yang menuntut untuk segera dirampungkan. Mulai dari penataan
kelembagaan (departemen/badan) yang konteksual, mewujudkan buku pedoman kaderisasi tersendiri serta reposisi &
reorientasi harakah (baca: gerakan) organisasi. Pembenahan-pembanahn tersebut harus segera diselessaikan, karena menurut penulis,
kedepan PKPT akan menjadi barometer
kemajuan IPNU IPPNU. Wallahua’lam..
B. Dasar Historis
PKPT IPNU IPPNU adalah organisasi semi otonom IPNU IPPNU yang bertugas melakukan
kaderisasi disegmen mahasiswa. Ada beberapa faktor yang melatar
belakangi berdirinya PKPT. Pertama, mengisi kekosongan. Setelah
PMII memutuskan independen pada Deklarasi
Munarjati tahun 1972, maka NU pun
tidak memilki Banom yang bertugas melakukan kaderisasi di Perguruan Tinggi.
Maka, kader IPNU IPPNU mengambil
peran tersebut. Kedua,
kesadaran mengantisipasi bahaya radikalisme yang banyak menyeret mahasiswa/i NU. Ketiga, keinginan mengejawantahkan nilai-nilai NU secara totalitas dari pemikiran maupun tradisi keagamaan.
C.
Cikal Bakal Terbentuknya PKPT
Jika hasil Kongres
dari masa kemasa ditelaah secara mendalam, sebetulnya IPNU IPPNU mengalami dilematis ketika dalam prosesnya
hendak menggarap segmen mahasiswa. Bagaimana
tidak, pada Kongres
IPNU ke II (Pekalongan, 14 Januari 1957) & III (27-31 Desember 1958) serta Kongres IPPNU II
(27-31 Desember 1958) menghasilkan keputusan untuk mendirikan departemen kemahasiswaan. Tetapi, Konferensi besar I
IPNU (Surabaya, 17 April 1960)
mengesahkan berdirinya PMII sebagai pengganti dari departemen kemahasiswaan
IPNU (sumber: web resmi IPNU) yang
dinilai kurang mampu menampung aspirasi mahasiswa NU secara kolekif. Kemudian pada Kongres IPNU VIII & IPPNU VII
yang dilaksanakan secara bersamaan pada 20-24 Agustus
1976 (Ketua terpilih:
Tosari Wijaya & Ida Mawaddah), menghasilkan kembali salah satu butir keputusan tentang
pengamanatan pendirian Departemen Kemahasiswaan.
Jadi, ditahun 1976 inilah cikal bakal terbentuknya PKPT. Sayangnya, pengurus IPNU IPPNU di PW ataupun
PC bisa dikatakan lamban dalam menerjamahkan & mengimplementasikan
amanat itu. Sehingga baru 21 tahun kemudian berdirilah PKPT pertama di Indonesia, yakni PKPT IPNU IPPNU UNISMA
pada tahun 1997.
Dan ini merupakan tiitk awal PKPT IPNU IPPNU memiliki legal standing (berpayung hukum) secara nasional. Ada catatan
penting yang perlu dipahami terkait hal ini, yaitu bahwa historis-legalitas antara PKPT IPNU & IPPNU mengalami
perbedaan. Secara legalitas, PKPT IPPNU
sudah selesai sejak tahun 2012 pada
Kongres ke-XII di Palembang. Yakni, dalam pasal 12 tentang struktur organisasi, PKPT IPPNU ada pada urutan nomer 07 setelah PP, PW, PC, PAC, PR, PAR & disusul oleh PK &
PCI untuk urutan nomor 08 & 09. Sedangkan, PKPT IPNU baru legal secara nasional pada Kongres IPNU tahun 2015 di
Boyolali. Perbedaan sejarah ini disebabkan karena
antara IPNU & IPPNU
memiliki “aturan main” yang berbeda.
Untuk mencapai tujuan menjadi organisasi yang diakui dalam struktural IPNU, dalam perjalanannya PKPT mengalami proses yang cukup panjang. Maka dari itu, sejarah uraian mengenai prosees tersebut akan dipaparkan dalam tiga fase: 1). Fase Memperkuat Solidaritas 2). Fase Penyatuan Persepsi 3). Fase Perkembangan
1. Fase Memperkuat Solidaritas
Fase pertama ini adalah keadaan dimana PKPT belum saling berkomunikasi & terintegrasi antara satu dengan yang lain. Yakni pada tahun 1997 s/d 2012. Kondisi ini wajar, mengingat tidak adanya payung hukum yang menaungi berdirinya PKPT diperiode awal. Pendeknya, PKPT belum siap untuk menjalin hubungan keluar, sedangkan urusan rumah tangganya sendiri (internal) belum selesai. Secara kronologis, dibawah ini adalah tahapan-tahapan agenda serta gerakan PKPT Nusantara yang pada akhirnya mampu menumbuhkan & memperkuat solidaritas itu.
Ø Tahapan Agenda:
a.
Undangan Istighotsah
Akbar & Sukses UNAS PW IPNU Jatim (Maret
2013)
Berawal dari undangan yang dikeluarkan oleh Pimpinan Wilayah IPNU kepada seluruh kader IPNU Jawa Timur dalam rangka “Istighotsah Akbar & Sukses UNAS 2013”. Kemudian melalui pertemuan ini membuka wacana baru untuk menyatukan langkah & bahu-membahu memperjuangkan eksistensi PKPT. Dari sanalah kemudian muncul gagasan perlunya diadakan silaturahim PKPT IPNU IPPNU se-Jatim. Gagasan ini dimotori oleh rekan-rekanita dari PKPT IPNU-IPPNU Universitas Jember, UIN Maliki Malang, Universitas Sunan Giri Sidoarjo, Universitas Islam Lamongan, dan IAIN Sunan Ampel Surabaya (sekarang UINSA).
b.
Pertemuan di Ponpes. Mukminin
(Waru, Sidoarjo, 27 April 2013)
Menindak lanjuti kesepakatan pada pertemuan sebelumnya,
forum silaturahim pertama PKPT
IPNU-IPPNU se-Jawa Timur pun digelar. Dalam forum itu dihadiri oleh 9 (sembilan) PKPT yaitu, UNSURI (tuan
rumah), UNEJ, UIN Maliki Malang, IAIN Sunan Ampel
(sekarang UINSA), UNISLA, UNISDA, UNESA, STAIN Kediri, dan STAIN Nganjuk. Silaturahim yang berlangsung
selama 1 (satu) hari ini selain digunakan untuk sharing antar PKPT, pun digunakan untuk mendiskusikan pokok
bahasan penting yakni upaya merealisasikan legalitas PKPT ditataran pusat.
Pertemuan pertama ini, memunculkan usulan yang tidak dilandasi dengan analisa & pertimbangan yang matang. Sehingga sangat tidak mungkin untuk direalisasikan. Pasalnya, dari sembilan PKPT yang hadir, tujuh diantaranya menghendaki usulan bahwa status PKPT harus setara dengan PC. Hal ini tentu saja bisa dikatakan sebagai usulan yang tidak memiliki dasar yang kuat serta tidak mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya. Dibawah ini adalah pertimbangan-pertimbangan yang dimaksud:
1.
Tugas yang
tidak bisa ditanggung dan diselesaikan oleh PKPT. Sebut saja seperti pengeluaran SP terhadap lembaga di
bawahnya. Dalam hal ini PKPT tidak punya lembaga sejenis yang berada di bawahnya.
Seperti hubungan antara PC => PAC
=> PR/PK.
2.
Selain itu
jika PKPT setara dengan PC maka ruang gerak PKPT semakin melebar dan tidak fokus pada perjuangan di
kampus. PKPT juga akan terlibat aktif dalam forum konferwil dan konggres yang sangat menyita banyak perhatian dan tenaga.
3.
Sungguh tidak rasional jika dalam satu kabupaten ada banyak PKPT yang statusnya juga setara dengan PC (sumber:
Ahmad Ainun Najib, diskusi PKPT di UNSURI, 27 April
2013).
Tidak berhenti disana, upaya memperkuat solidaritas pun terus digalakkan. Pasca acara ini, PKPT se-Jatim kembali menggelar acara dengan tema “Sarasehan PKPT IPNU IPPNU Se-Jatim & Santunan 1000 anak yatim” yang dilaksanakan pada 27-28 Juli 2013 dengan 3 (tiga) PKPT sebagai tuan rumah: PKPT IAINSA Surabaya, PKPT UNSURI & PKPT UNESA. Kegiatan yang digelar selama 2 (dua) hari ini, hari pertama digunakan untuk sarasehan & buka bersama yang dihadiri oleh Rekan Farid Afif (Waketum PP IPNU) & Rekanita Rossana F (Ketua PW IPPNU Jatim), kemudian hari kedua digunakan untuk santunan anak yatim yang juga diramaikan oleh seluruh PKPT yang ada di Jatim. Dan terpilih rekan Misbahul Munir (PKPT IAI PADI Nganjuk) sebagai koordinator PKPT IPNU Jatim 2014-2015 menggantikan rekan M. Dhohirus Salis (PKPT UNSURI) 2013-2014.
c.
SILATNAS I (Surabaya, 14-15 Maret
2015)
Setelah beberapa kali mengupayakan pertemuan untuk
menumbuhkan hubungan yang lebih baik
antar PKPT, kali ini aktivis PKPT Jawa Timur berusaha kembali untuk “merangkul” seluruh PKPT IPNU IPNU yang
ada di Indonesia. Dengan harapan, supaya PKPT
yang ada diluar jawa & yang masih baru berdiri, lebih semangat dalam
berjuang serta berkeinginan keras
untuk membantu PC mendirikan PKPT dikampus
yang ada disekitarnya. Karena,
setelah diidentifikasi, ternyata sudah ada PKPT yang berdiri diluar Jawa; misalnya di Lampung, Palembang
& Makasar. Tetapi,
mereka tidak mampu menjaga
kelangsungan organisasi. Hal ini disebabkan karena pada saat itu PKPT masih bergerak secara personal, tidak saling
mendukung serta tidak ada wadah untuk bertukar
strategi & gagasan.
Tujuan pertemuan ini selain untuk mengeratkan solidaritas,
juga berkaitan erat dengan penurunan
Peraturan Pimpinan Wilayah
(PPW) Jatim yang bersifat afirmatif
terhadap keberadaan PKPT. Yakni, PPW IPNU yang menyatakan bahwa PKPT merupakan bagian dari pada IPNU. Lebih
jelasnya bisa dilihat pada PPW IPNU Jawa Timur NOMOR: 001/PW/PPW/XIX/7354/X/10 tahun 2010. PKPT yang hadir dalam silaturahmi ini antara lain: PKPT UINSA
Surabaya, PKPT UNESA, PKPT UNSURI, PKPT UNISDA Lamongan, PKPT UNISLA, PKPT UM, PKPT UB Malang, PKPT UNNES, PKPT UNEJ, PKPT POLIJE,
PKPT STITUW Jombang
& PKPT IAIN SMH
Banten. Tapi, PPW itu hanya berlaku untuk PKPT yang berada diwilayah Jatim. Sehingga harapan dari diselenggarakannya acara ini, salah satunya agar langkah ini bisa ditiru oleh PKPT yang ada diluar Jawa Timur. Tetapi karena berbagai kendala, jangankan PKPT yang diluar pulau jawa, delegasi dari Jawa Tengah & Jawa Barat pun tidak ada yang bisa hadir. Dan pada SILATNAS pertama ini, terpilih rekan Taufikurroziqin (PKPT UINSA) sebagai Koordinator IPNU PKPT Nusantara 2015-2016 & Rekanita Nur Wedia Rahmawati sebagai Koordinator IPPNU PKPT Nusantara I (2015-2018).
d.
SILATNAS II (Jombang, Agustus 2015)
Ketika agenda Muktamar NU ke-33 resmi dipublikasikan, salah
satu isu yang disoroti oleh IPNU
terutama aktivis PKPT adalah keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang menginginkan PMII kembali
menjadi Banom NU. Hal ini kemudian yang melatarbelakangi diadakannya SILATNAS ke-II di Jombang. SILATNAS
kali ini diadakan dengan tujuan mencari solusi yang
solutif berkaitan dengan proses kaderisasi di
Perguruan Tinggi yang sama-sama dilakukan
oleh IPNU IPPNU maupun PMII. Meskipun pada akhirnya,
PMII tidak mengindahkan permintaan PBNU.
Aspirasi ini rencananya akan disampaikan oleh Rekan M. Khoirul Anam Haritsah (Ketum PP IPNU 2012-2015), meskipun akhirnya beliau tidak menyampaikan terkait hal itu. Menurut penulis, alasan Rekan Anam tidak menyampaikan itu karena beliau menilai bahwa langkah ini kurang tepat. Karena, bagaimanapun & apapun argumentasi yang disampaikan oleh IPNU mengenai keberadaan PKPT, PMII sudah lebih dulu melakukan kaderisasi disegmen mahasiswa. Meskipun PMII juga lahir dari rahim IPNU. Walhasil, tidak ada pembicaraan terkait PKPT didalam arena muktamar. Begitupun dengan PMII yang enggan kembali menjadi Banom NU. Adapun PKPT yang mengikuti pertemuan ini adalah PKPT STITUW (tuan rumah), PKPT UB Malang, PKPT UNNES, PKPT UINSA, PKPT UNSURI, PKPT UNHASYI Jombang, UNU Cirebon, STAIN Kediri, PKPT UNISDA, PKPT UNISLA, IAI PADI Nganjuk, IAI Sunan Giri Bojonegoro, STAIN Pekalongan & PKPT UNPAD Bandung.
e.
SILATNAS III (Bojonegoro, 21-22 November 2015)
SILATNAS kali ini memutukan bahwa seluruh PKPT tidak diperbolehkan mengadakan LAKMUD sebelum
menyelenggarakan MAKESTA. PKPT UINSA Surabaya, misalnya, yang dalam 15 generasi
hanya melakukan dua (2) kali MAKESTA. Sejauh yang penulis
ketahui, fenomena ini terjadi
karena beberapa fakor:
Pertama, mayoritas calon anggota PKPT sudah pernah mengikuti MAKESTA di PAC/PR/PK-nya masing-masing. Kedua, seluruh pengurus sepakat bahwa MAKESTA sudah tidak relevan lagi diadakan di ranah perguruan tinggi. Adapun faktor kedua, sebetulnya berkaitan erat dengan komposisi materi. Singkatnya, meskipun sebelumnya pernah mengikuti proses kaderisasi di PAC/PR/PK, ketika ingin bergabung & berkontribusi di PKPT, maka harus mengikuti proses kaderisasi dari awal lagi. Selalin memang itu syarat mutlak, formulasi materi kaderisasinya pun pasti mengalami perbedaan signifikan karena disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa. Selain menghasilkan kesepakan tersebut, forum berhasil membentuk team kaderisasi nasional & team pemberdayaan media serta penentuan SILATNAS berikutnya. Adapun PKPT yang hadir dalam kesempatan ini adalah PKPT IAI Sunan Giri Bojonegoro (tuan rumah), PKPT UNISLA, PKPT UNISDA Lamongan, PKPT UNESA, PKPT UNNES, PKPT UINSA, PKPT UB, PKPT STIT UW Jombang, PKPT IAI Ibrahimy Banyuwangi, PKPT STAIN Kediri, PKPT UNUGIRI.
f.
SILATNAS IV (Banyuwangi, 27-28 Februari
2016)
Sebagai bentuk follow
up dari pertemuan sebelumnya, Silatnas ke-IV ini terfokus pada kontekstualisasi materi-materi yang
disuguhkan dalam MAKESTA & LAKMUD. Hal
ini didasarkan pada dua alasan: Pertama, tradisi
intelekual yang berbeda sama sekali dengan IPNU IPPNU ditingkat PAC/PR/PK.
Maka dari itu, diperlukan formulasi materi yang
lebih relevan & kontekstual. Meskipun, SILATNAS kali ini masih dalam tahap memilah materi, belum masuk dalam tahap
merumuskan komposisinya. Kedua, tantangan dalam membendung ideologi yang bersifat
eksklusif & radikal. Karena, model gerakan
semacam ini merupakan “komoditas” yang sangat laku di PerguruanTinggi
Islam (STAI, IAI/N, UIN), terlebih di kampus-kampus umum. Sehingga ini mengharuskan PKPT IPNU IPPNU
memiliki rumusan materi pengkaderan yang ideal sebagai
acuan dasar
mengolah sumber daya manusia PKPT dalam konteks pemantapan ideologi (Aswaja An- nahdliyah) serta wawasan yang komprehensif. Didalam pertemuan ini, juga disepakati untuk mengadakan forum terbatas guna mempersiapkan rekomendasi pada kongres yang akan datang (terkait hal ini akan dipaparkan secara detail pada poin berikutnya). Adapun PKPT yang turut hadir dalam pertemuan ini (Silatnas IV) yaitu: PKPT IAI Ibrahimi (tuan rumah), PKPT UNEJ, PKPT Polije, PKPT STAIM Sumenep, PKPT UINSA Surabaya, PKPT UNISMA, PKPT UM, PKPT UB Malang, PKPT UNNES, PKPT UNISDA & PKPT UNISLA.
g.
SILATNAS V (Surabaya, 18-20 November 2016)
Pada awalnya acara ini tidak menggunakan terminologi “SILATNAS”, melainkan “RAKORNAS”. Penggunaan istilah yang kedua ini, dimaksudkan agar pertemuan ini lebih tepat jika nantinya menghasilkan rekomendasi-rekomendasi strategis berupa formulasi materi kaderisasi (MAKESTA & LAKMUD) yang nantinya akan dijadikan salah satu sub dalam buku pedoman kaderesasi PKPT IPNU IPPNU & akan diusulkan pada Rakernas PP IPNU di Jakarta pada 08-11 Desember 2016 mendatang. Dengan kata lain, RAKORNAS PKPT berorientasi pada persiapan menghadapi Rakernas PP, bukan sebagai forum tandingan (Rakernas) sebagaimana dipersepsikan oleh sebagian kader. Maka dari, itu untuk menghindari ketegangan digunakanlah terminologi “SILATNAS”. Forum SILATNAS ini menghasilkan beberapa poin penting antara lain: formulasi komposisi materi MAKESTA & LAKMUD. Dan karena alotnya perdebatan, akhirnya proses perumusan itu dilanjutkan dalam Rapat Kaderisasi PKPT Se-Jawa di Kediri 22-23 April 2017. Forum ini sekaligus dijadikan momentum peralihan koordinator PKPT IPNU Nusantara. Dan dengan musyawarah mufakat seluruh PKPT yang hadir terpilih rekan A. Deni Saputra (PKPT UINSA) sebagai Koordinator PKPT IPNU Nusantara 2017-2018.
Rapat kaderisasi ini juga tidak menyelesaikan rumusan materi secara keseluruhan. Karena, kebutuhan PKPT dikampus Islam, sangat berbeda dengan PKPT dikampus umum. Sehingga faktor perbedaan kebutuhan itulah yang mengakibatkan perdebatan panjang yang tak berujung.Selanjutnya, juga mendiskusikan terkait strategi & langkah taktis pemberdayaan media (terpilih Rekan Fauzan Anwari sebagai koordinator) serta kesepakatan (wajib) iuran bagi seluruh PKPT (100K/tahun, Rekan Ardi Wiranata & Rekanita Cahyanti Wulan suci sebagai PJ-nya).
Adapun PKPT yang hadir dalam silaturahmi ini antara lain: PKPT UINSA, PKPT UNSURI, PKPT UNUSA, PKPT UNUSIDA, PKPT UNISDA, PKPT UNISLA, PKPT UNEJ, PKPT IAI IBRAHIMY, PKPT UB, PKPT Kampus Pendidikan, PKPT UNISMA, PKPT IAI PADI Nganjuk, PKPT IAI Sunan Giri Bojonegoro, PKPT UNU Cirebon, PKPT IAIN Cirebon & empat PKPT yang disebutkan pertama sekaligus bertindak sebagai tuan rumah.
h.
SILATNAS VI (Malang, 11-13 Mei 2018)
Menuntaskan formulasi materi kaderisasi (FMK) yang tidak terselesaikan saat SILATNAS ke-V & Rapat Kaderisasi, akhirnya Rekan A. Deni Saputra Koordinator PKPT Nusantara 2017-2018, meminta tugas ini kepada team (perwakilan dari berbagai daerah) kaderisasi PKPT NUSANTARA yang dinahkodai oleh Rekan Munawar Kholil. Setelah terselesaikan, SILATNAS ke-VI pun diselenggarakan. Mengingat, bahwa FMK ini adalah kebutuhan mendasar seluruh PKPT. Selain menghasilkan FMK, pembentukan koordinator per-zona, revitalisasi media & diskusi mengenai strategi ekspansi PKPT, juga menjadi pembahasan penting yang menghiasi forum SILATNAS. Dan terpilih Rekanita Isty Karimah sebagai Koordinator PKPT IPPNU Nusantara II (2018-2O19) menggantikan Rekanita Nur Wedia Rahmawati sebagai Koordinator IPPNU PKPT Nusantara I (2015-2018). Mengenai kepesertaan, SILATNAS kali ini bisa dikatakan sukses dibanding SILATNAS sebelumnya. Karena, selain perwakilan PKPT dari zona Jatim, Jateng & Jabar, zona Sumatra (PKPT Sultan Thaha Saifuddin Jambi) & zona NTB (Universitas Nahdlatul Ulama NTB, UIN Mataram, UNIZAR serta Universitas Negeri Mataram), juga turut mengirimkan delegasinya. Dimana pada SILATNAS sebelumnya hanya dihadiri oleh PKPT yang ada di pulau Jawa.
2.
Fase Penyatuan Visi
Sejak tahun 2013 hubungan antar PKPT mulai dari antar
cabang maupun wilayah yang ada didalam/luar Jawa semakin membaik
& membuahkan hasil. Selain karena
dampak dari agenda SILATWIL maupun SILATNAS yang rutin diadakan, media
sosial sangat berperan penting.
Mereka bisa kapanpun bertanya & berbagi tentang apa saja; mulai dari strategi
rekruitmen, metode perawatan
anggota & kader, strategi jitu mendirikan PKPT dikampus baru, bertukar refrensi terbaru tentang ke-Nu-an & info-info
aktual lain, serta ( yang tak kalah penting) saling mengabarkan perkembangan ideologi radikal dikampus masing-masing, Sekaligus mencari solusi bersama sebagai upaya preventif. Hubungan yang semakin mambaik ini dimanfaatkan oleh Rekan Taufikur Roziqin (Koordinator PKPT Nusantara 2015-2016) & team untuk mencapai visi PKPT IPNU yg sudah lama dibicarakan, yakni mengusulkan nama “PKPT” sebagai nomenklatur (penamaan) resmi PKPT IPNU di Indonesia dalam Kongres IPNU ke-XVIII di Boyolali. Dibawah ini uraian singkat tercetusnya nomenklatur “PKPT”.
· Strategi Pra & Saat KONGRES IPNU XVIII
Pasca SILATNAS IV (Banyuwangi, 27-28 Februari 2015) muncul inisiatif dari aktivis PKPT se-Jawa untuk mengadakan pertemuan guna merespon, mengkaji PD/PRT kemudian merumuskan rekomendasi kebutuhan PKPT di Kongres ke-XVIII. Forum ini disukseskan oleh beberapa PKPT; diantaranya, PKPT UNNES, PKPT STAIN Pekalongan, PKPT IAI Ibrahimi Banyuwangi, PKPT UNISDA Lamongan, PKPT UNISLA, PKPT UINSA & PKPT UB Malang. Rekomendasi primer PKPT IPNU saat itu adalah memasukan nomenklatur PKPT pada BAB I (Ketentuan Umum), Pasal I (Pengertian) di poin nomer 06 yang berbunyi “Pimpinan Komisariat Perguruan Tinggi, selanjutnya disebut PKPT, adalah Pimpinan Komisariat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia”. Dan rekomendasi yang bersifat skunder dibahas pada saat berada diarena Kongres, misalnya mendesak PBNU untuk merekomendasikan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Ini merupakan hasil diskusi pra- Kongres yang bertempat di UNNES pada tanggal 02-03 Desember 2015.
Kemudian untuk mengusulkan rekomendasi yang telah dicetuskan, ada beberapa hal yang dilakukan oleh aktivis PKPT IPNU. Pertama, meminta kepada Pimpinan Cabang (PC) masing-masing untuk mengikut sertakan kader PKPT (yang juga pengurus PC) agar menjadi peserta penuh dalam Kongres. Hal ini dimaksudkan untuk mengawal & menyampaikan aspirasi (baca: rekomendasi) PKPT secara langsung. Kedua, meminta restu kepada seluruh Pimpinan Cabang & Pimpinan Wilayah (yang hadir ketika Kongres waktu itu) untuk mendukung upaya melegalkan PKPT secara nasional, dengan cara mendatangi kamar-kamar pengurus PC & PW yang disediakan oleh panitia Kongres. Dan bisa dikatakan bahwa mereka (PC & PW) mendukung 100 % kepada aktivis PKPT untuk membuka jalan supaya IPNU lebih serius dalam mengoptimalkan kaderisasi disegmen mahasiswa. Ketiga, membagi aktivis PKPT (yang sah sebagai peserta Kongres) kedalam
beberapa komisi. Rekan Aqil Nawawi (PKPT SITUW), Rekan Ghulam Dzofir Mansur (PKPT UNNES) & Rekan Andik Fajar Nenggolan (PKPT IAI Sunan Giri) berjuang di komisi organisasi. Sedangkan, Rekan Munawwar Cholil (PKPT UNNES) & Rekan Ahmad Deni Saputra (PKPT UINSA Surabaya) mengawal di komisi Rekomendasi.
Pada akhirnya, sebuah usaha dengan konsep yang baik serta ditopang dengan strategi & langkah taktis yang tepat, akhirnya membuahkan hasil sesuai dengan harapan. Baik rekomendasi yang bersifat primer maupun skunder, Semuanya disepakati oleh sebagian besar peserta Kongres.
3.
Fase Perkembangan
PKPT mengalami perkembangan yang signifikan pasca
kongres 2015 di Boyolali. Situasi ini
disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, dilegalkaannya nomenklatur PKPT. Kedua, dibentuknya Lembaga Komunikasi
Perguruan Tinggi distruktur Pimpinan
Pusat, Wilayah s/d Cabang. Faktor ini memotivasi pengurus IPNU IPPNU ditingkat
wilayah, cabang ataupun
kader IPNU IPPNU yang melanjutkan pendidikan diperguruan tinggi untuk mendirikan IPNU IPPNU dikampusnya masing-masing.
Secara lebih rinci, fase ini ditandai dengan pertama
kali dibentuknya PP LKPT 2016 dengan Rekan Winarto Eka Wahyudi sebagai
Direkturnya, PW LKPT IPNU Jawa Tengah 2017 Rekan Ghulam Dhlofir Manshur
sebagai Direktur, Rekan A.
Deni Saputra sebagai Direktur PW LKPT IPNU Jawa Timur 2012 serta Rekan Inu sebagai Direktur PW LKPT Jawa Barat 2018.
Kemudian disusul dengan berdirinya
PKPT di zona Sumatra & NTB serta gegap gempitanya pendirian PKPT di pulau Jawa. Diantaranya, PKPT zona Sumatra;
UIN Jambi, UIN Raden Fatah Palembang,
UIN Raden Intan Lampung, & NTB;
UNU NTB, UIN Mataram, UNIZAR Mataram,
UNRAM. Dan bertambahnya PKPT di Jatim; STAIM Sumenep,
IKHAC Mojokerto, INSUD Lamongan, UTM Bangkalan dll, &
Jateng; IAIN Purwokerto, STKIPNU Tegal, UNUGHA Cilacap, serta Jabar; IAIC Cipasung & UNWIR Indramayu, seluruhnya berdiri diatas tahun 2015.
D. Sekilas Tentang PKPT Nusantara
PKPT Nusantara adalah perkumpulan dari seluruh PKPT yang ada di Indonesia. Meskipun pada mulanya
komunikasi perkumpulan ini hanya intens di pulau Jawa, tapi dengan berjalannya waktu akhirnya gerakan
ini mampu merangkul
seluruh PKPT yang ada. Ini merupakan gerakan
non-struktural, sehingga seringkali disebut sebagai gerakan
yang ilegal. Dan aktivis PKPT menyebutnya
sebagai “gerakan bawah tanah”.
Perkumpulan ini memiliki Koordinator yang dipilih dengan musyawarah mufakat oleh masing-masing ketua PKPT. Rekan Taufiqurroziqin (PKPT UINSA) Koordinator PKPT IPNU Nusantara I (2015-2017) & Rekan A. Deni Saputra Koordinator PKPT IPNU Nusantara II (2017-2019). Dan Rekanita Nur Wedia Rahmawati (Pipit) sebagai Koordinator IPPNU PKPT Nusantara I (2015-2018), Rekanita Isty Karimah (PKPT UNNES) sebagai Koordinator PKPT IPPNU Nusantara II (2018-2O19). Di IPPNU mengalami pergantian koordinator yang berbeda dengan IPNU, karena kesulitan mencari pengganti yang pas untuk mengkoordinir massa yang cukup banyak.
Meskipun secara organisatoris & admisnistratif berbeda, dalam praktiknya, IPNU & IPPNU diperguruan tinggi seoalah-olah adalah satu organisasi yang sama. Terutama didalam proses menjalankan program kerja & gegap gempitanya didalam memperjuangkan regulasi PKPT IPNU. Topik bahasan yang seringkali dikaji adalah tentang bagaimana membereskan regulasi ditubuh PKPT IPNU; mulai dari nomenklatur organisasi s/d formulasi materi kaderisasi. Sedangkan, PKPT IPPNU sudah selesai dalam hal itu sejak tahun 2012 sebagaimana telah dijeskan diatas. Sehingga berawal dari “gerakan bawah tanah” yang mendesak optimalisasi kaderisasi di Perguruan Tinggi inilah, PP IPNU mengambil kebijakan yang tepat. Yakni membentuk LKPT dari mulai pimpinan pusat, wilayah s/d cabang.
Singkatnya, gerakan PKPT Nusantara bukanlah sebuah ide kolektif aktivis IPNU IPPNU tanpa tujuan yang konkret. Justru sebaliknya, ia menjadi magnet untuk mewujudkan optimalisasi kaderisasi disegmen mahasiswa, sebagai mana cita-cita IPNU IPPNU diperiode awal. Hal ini terbukti dengan berdirinya PKPT diluar pulau Jawa serta antusias seluruh PKPT (diluar Jawa khususnya) untuk mengikuti SILATNAS yang diselenggarakan tanpa intruksi dari Pimpinan Pusat IPNU maupun IPPNU. Sebaliknya, Rekanita Puti Hasni Ketum IPPNU & Rekan Winarto Eka Wahyudi PP LKPT IPNU, hadir untuk mengapresiasi & memberikan arahan pada waktu SILATNAS VI di Malang 2018E. Titik Temu antara KMNU, PMII & PKPT Sependek yang penulis ketahui, satu-satunya organisasi kemasyarakatan yang memiliki tiga (3) organisasi kemahasiswaan sekaligus; KMNU, PMII & PKPT, hanyalah NU. Meskipun, secara struktural terhadap NU ketiga organisasi ini memiliki kedudukan yang berbeda, pun dengan latar belakang historisnya. Secara struktural, KMNU bersifat independen, PMII bersifat interdependensi & PKPT berkedudukan sebagai badan semi otonom IPNU. Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh faktor kemunculan yang berbeda, sesuai dengan kondisi yang saat itu terjadi
a.
Dinamika Organisasi Kemahasiswaan NU
Selain KMNU (Solo)
& IMANU (Jakarta) yang sama-sama berdiri tahun 1955, ada juga PMNU (Persatuan Mahasiswa Nahdlatul Ulama) di Bandung.
Ketiganya, pada saat itu merupakan
organisasi yang masih bersifat lokal. Dan KMNU adalah satu-satunya yang masih eksis sampai hari ini. Tetapi,
waktu itu kehadiran
organisasi tersebut (terutama
IMANU) belum bisa diterima oleh PP IPNU. Karena, kemunculannya dikhawatirkan akan mengakibatkan IPNU tidak bisa berkembang secara maksimal, lantaran
baru berdiri 24 Februari 1954.
Kemudian, untuk mengakomodir aspirasi itu, pada
Muktamar IPNU ke-III tahun 1958 di
Cirebon didirikanlah Departeman Perguruan Tinggi yang dikomandoi oleh rekan Ismail Makky. Namun, gerak yang sangat terbatas
(salah satunya tidak bisa duduk menjadi anggota
Persatuan Perhimpunan Mahasiswa
Indonesia) mengakibatkan Departemen ini menemui jalan buntu.
Akhirnya, pada Konferensi Besar IPNU I pada 14-17 Maret 1960 diputuskan berdirinya PMII (Ketua pertama sahabat Mahbub Djunaedi) sebagai pengganti dari Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang lepas secara organisatoris maupun administratif. (Sumber: Sejarah singkat IPNU IPPNU, buku. Kenang-kenangan MAKESTA IPNU IPPNU Kodya Surakarta (1970); Sejarah PMII Surakarta)
Namun, pada Kongres IPNU VIII & IPPNU VII yang dilaksanakan secara bersamaan pada 20-24 Agustus 1976 (Ketua terpilih: Tosari Wijaya & Ida Mawaddah), menghasilkan kembali salah satu butir keputusan tentang pengamanatan pendirian Departemen Kemahasiswaan. Jadi, ditahun 1976 inilah cikal bakal berdirinya PKPT, yang 21 tahun kemudian berdirilah PKPT pertama di Indonesia, yakni PK UNISMA di Malang.
b.
Berebut Kader
Sebagian orang berpendapat bahwa berebut atau rebutan (dalam istilah Jawa) kader merupakan persoalan
paling mendasar yang menjadi akibat perseteruan antar organisasi. Menurut
hemat penulis tidak demikian. Yang menjadi masalah
adalah kekhawatiran bergaining positionnya salah satu
organisasi tergeser sehingga berdampak pada persaingan yang kurang sehat.
Mahasiswa memiliki hak priogratif untuk memilih berproses
diorganisasi manapaun. Jadi,
seharusnya tugas KMNU, PMII & PKPT bukan saling menjatuhkan atau menjegal
antara satu dengan yang lain, tetapi mewujudkan prestasi, menciptakan
inovasi & kreatifitas agar pantas
dijadikan sebagai organisasi pilihan. Sungguh ironis, kita yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi
dalam kehidupan berbangsa & bernegara, tapi justru latah menerjemahkan demokrasi dalam kehidupan kampus.
Singkatnya, jangan sampai menjadi
organisasi yang paling lantang teriak
demokrasi, tapi tak demokratis.
c.
Titik Temu
Tiga organisasi dengan ideologi yang sama, kemudian
melakukan kaderisasi disegmen
yang sama, pasti memiliki kelebihan
& kekurangan. Tergantung, dari perspektif mana
kita menilainya. Jika cara pandang yang digunakan adalah mencari titik temu problem mendasar yang harus
diselesaikan bersama, maka kehadiran KMNU, PMII & PKPT akan menjadi kekeuatan yang luar biasa. Dan ini
merupakan salah satu bentuk implementasi
Ukhuwah Nahdliyah dalam menyelesaikan masalah. Tetapi, jika sentimen organisasi yang dikedepankan, fanatik
& idealisme hiperbolis yang ditonjolkan, maka terjadinya perseteruan tidak akan dapat dihindarkan.
Sebagai organisasi yang sama-sama menjadi kepanjang tanganan Nahdlatul Ulama di Perguruan Tinggi, ada beberapa hal yang dengan semangat & prinsip Ukhuwah Nahdliyah harus diwujudkan bersama. Pertama, bersama-sama membentengi mahasiswa NU atau yang bukan NU (belum radikal) dari hasutan gerakan radikal. Atau menarik mahasiswa yang sudah radikal menjadi moderat. Kedua, bersama-sama mensosialisasikan serta membumikan pemikiran-pemikiran Ulama NU. Ketiga, bersama- sama mensyi’arkan & melestarikan tradisi-tradisi NU.
SIMPULAN
1)
Sebagai salah
satu Banom Nahdlatul Ulama (NU), secara otomatis IPNU IPPNU mengemban dua tugas utama: Pertama, menjadi wadah pengembangan potensi generasi muda Nahdlatul
Ulama (NU) disegmen santri, siswa
& mahasiswa. Kedua, sebagai
pelaksana kebijakan NU & penjaga nilai-nilai
yang dijunjung tinggi oleh NU.
2)
Nomenklatur
“PKPT” legal secara nasional di IPPNU pada Kongres ke-XII di
Palembang 2012, sedangkan IPNU pada Kongres
ke-XVIII di Boyolali 2015.
3)
Pada tahun
2010 PW IPNU Jawa Timur (Ketua: Rekan Farid Afif) mengeluarkan Peraturan Pimpinan Wilayah
(PPW) sebagai legalitas PKPT.
4) Rekan M. Dhohirus Salis (PKPT UNSURI)
koordinator PKPT IPNU Jatim I
(2013-2014) & rekan Misbahul
Munir (PKPT IAI PADI Nganjuk)
koordinator PKPT IPNU Jatim II (2014- 2015).
5) PKPT Nusantara adalah perkumpulan dari seluruh PKPT yang ada di Indonesia. Meskipun pada mulanya komunikasi perkumpulan ini hanya intens di
pulau Jawa, tapi dengan berjalannya
waktu akhirnya gerakan ini mampu merangkul seluruh PKPT yang ada. Ini merupakan gerakan non-struktural,
sehingga seringkali disebut sebagai gerakan yang ilegal.
Dan aktivis PKPT menyebutnya sebagai
“gerakan bawah tanah”.
6) Rekan Taufiqurroziqin (PKPT UINSA) Koordinator PKPT IPNU
Nusantara I (2015- 2017) & Rekan
A. Deni Saputra (PKPT UINSA) Koordinator
PKPT IPNU Nusantara II (2017-2019).
Dan Rekanita Nur Wedia Rahmawati (PKPT IAIN Kediri)
sebagai Koordinator IPPNU PKPT Nusantara I (2015-2018), Rekanita
Isty Karimah (PKPT UNNES) sebagai
Koordinator PKPT IPPNU Nusantara II (2018-2O19). Di IPPNU mengalami
pergantian koordinator yang
berbeda dengan IPNU, karena kesulitan mencari pengganti yang pas untuk mengkoordinir massa yang cukup
banyak.
7) Direktur PP LKPT (pertama) Rekan Winarto Eka Wahyudi masa
khidmat 2015-2018, Direktur PW LKPT IPNU Jawa Tengah (pertama) masa khidmat 2017-2020
Rekan Ghulam Dhlofir
Manshur, Rekan A. Deni Saputra
sebagai Direktur PW LKPT IPNU Jawa Timur (pertama) masa khidmat
2018-2021 serta Rekan Inu sebagai Direktur PW
LKPT IPNU Jawa Barat (pertama) masa khidmat 2017-2020.
8) Gerak perjuangan PKPT dibagi dalam tiga fase: 1). Fase Memperkuat Solidaritas 2). Fase Penyatuan
Persepsi 3). Fase Perkembangan
9)
Sebagai
organisasi yang sama-sama menjadi kepanjang
tanganan Nahdlatul Ulama di Perguruan Tinggi,
ada beberapa hal yang dengan semangat & prinsip Ukhuwah Nahdliyah harus diwujudkan bersama. Pertama,
bersama-sama membentengi mahasiswa
NU atau yang bukan NU (belum radikal) dari hasutan gerakan radikal. Atau
menarik mahasiswa yang sudah radikal
menjadi moderat. Kedua, bersama-sama mensosialisasikan serta membumikan
pemikiran-pemikiran Ulama NU. Ketiga, bersama- sama mensyi’arkan & melestarikan
tradisi-tradisi NU.
0 Komentar